Friday, January 25, 2008

“GONJANG-GANJING KELANGKAAN KEDELAI”

Bangsa ini telah menjadi bangsa yang latah dan senang dengan gonjang ganjing. Setiap timbul satu persitiwa atau masalah akan menjadi pembicaraan hangat dimasyarakat. Tidak jarang dalam satu pekan isu atau topik tentang masalah atau persitiwa yang terjadi akan diperdebatkan secara terus menerus, tanpa ada solusi yang berarti. Sikap pemerintah pun sama saja, bahkan tidak lebih sebagai petugas “Pemadam Kebakaran”.

Dua pekan terakhir ini masalah kelangkaan kedelai mengemuka kehadapan publik, meskipun sebenarnya masalah ini sudah ada sejak dulu, tetapi tidak seheboh seperti saat ini. Kelangkaan kedelai ini telah mendorong ratusan orang pengrajin yang berhubungan dengan komoditi kedelai ini, seperti pengrajin tahu dan tempe turun kejalan dan mendatangani kantor presiden. Entah apa dan bagaimana hasil pertemuan antara perwakilan pengrajin dengan pemerintah hingga saat ini pun masyarakt tidak pernah tahu. Yang pasti, masalah kelangkaan komoditi kedelai ini makin membukakan mata kita betapa bangsa ini telah berada diambang “kebangkrutan”.

Kasus gonjang ganjing kedelai ini bukan hanya sekedar contoh, tapi telah menjadi “sasmita telanjang” bagi seluruh rakyat bahwa ungkapan “tikus mati di lumbung padi” bukan hal yang mustahil akan terjadi di republik ini. KEDELAI dengan berbagai produk turunannya seperti tahu, tempe adalah merupakan kebutuhan pokok sebagian besar warga masyarakat. Belum lagi bagi sumber kebutuhan industri peternakan, ternyata kedelai inipun menjadi salah satu bahan utama dalam produksi pakan ternak. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kedelai ini merupakan komoditi dasar dan utama bagi rakyat di republik ini. Ternyata sebagai kebutuhan dasar rakyat, hal ini tidak pernah menjadi perhatian penting bagi pemerintah. Bahkan hanya dipandang sebelah mata.

Jika kita urai masalah yang menggerogoti bangsa ini, sumber masalah utamanya adalah ketidak becusan para pengelola negara dalam mengurus republik ini. Coba bayangkan betapa besarnya sumber daya yang dimiliki oleh negara ini, baik sumber daya alam yang begitu berlimpah, dan sumber daya manusia yang cukup banyak. Tapi apa yang dapat kita saksikan. Ternyata sumber daya alam yang luar biasa besarnya itu sama sekali tidak dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Jutaan hektar lahan tidak dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar (pokok) masyarakat. Pemerintah yang terdiri dari orang-orang hebat, profesor, para pakar dalam berbagai disiplin ilmu dan diberi mandat untuk mengurus kekayaan negara yang demikian besarnya itupun tidak memiliki kemampuan untuk mengelolanya.

Pikir-pikir, kita rakyat ini serasa dibodohi mentah-mentah oleh para pejabat pemerintah. Setiap hari para pejabat pemerintah selalu bicara akan memakmurkan dan mensejahterakan rakyat. Para pejabat dengan ucapan dan gaya yang berapi-api setiap bicara di forum-forum rapat, seminar, saat diwawancari oleh wartawan selalu ngomong soal rencana-rencana yang telah diputuskan untuk mengatasi semua masalah yang timbul. Namun kenyataannya apa yang kita saksikan. Semua hanya “OMDO”, --omong doang –

Senyatanya, pemerintah tidak memiliki visi yang jelas bagaimana upaya mensejahterakan rakyat. Pemerintah tidak mempunyai kreasi yang jitu. Justru yang terlihat adalah kemalasan demi kemalasan, dan semuanya serba instan yaitu dengan melakukan “kebijakan impor”. Coba kita lihat, apa yang tidak diimpor dari negara lain. Padahal, di republik ini semuanya sudah tersedia, tinggal mengolah dan memanfaatkannya.

Sejatinya, pemerintah tidak memiliki visi untuk menggerakkan rakyat sebagai sumber tenaga kerja yang handal dalam mengolah kekayaan alam yang kita miliki. Sehingga, tidak perlu terjadi pengangguran yang luar biasa. Tapi langkah apa yang diambil oleh pemerintah, justru yang dilakukan adalah “kebijakan ekspor TKI”. Kenyataan ini memang sebuah ironi dan sangat paradoks dengan cita-cita para pendiri bangsa pada saat memproklamirkan kemerdekaan republik ini.

Betapa sedihnya kita sebagai anak bangsa, karena kedunguan para pengelola negara mengurus republik ini, maka suatu saat nanti akan terbukti ungkapan diatas “TIKUS MATI DI LUMBUNG PADI”!





0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home